Jumat, 10 Juni 2016

Lomba Cipta Esai Tingkat Mahasiswa Se-Indonesia



“Indonesia dan Teknologi : Antara Masyarakat Primitif atau Progresif”
Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) OBSESI menyelenggarakan Lomba Cipta Esai Tingkat Nasional untuk mahasiswa DIPLOMA dan S1 se-Indonesia. Adapun syaratnya sebagai berikut :
1. Peserta adalah mahasiswa Diploma atau Strata Satu (S-1) perguruan tinggi di seluruh Indonesia;
2. Esai wajib karya asli dari si penulis, bukan karya terjemahan atau jiplakan, dan belum pernah dikirim untuk dipublikasikan ke media massa atau suatu perlombaan;
3. Panjang esai 5-8 halaman kuarto, huruf Times New Roman, size 12, dan spasi ganda;
4. Pengiriman karya disertai dengan biodata penulis + file foto close up, dan scan KTM.
5. Jika esai menggunakan kutipan, maka gunakanlah "Foot Note";
6. Karya dikirimkan melalui email = lpmobsesi@gmail.com (format .doc);
7. Pengiriman naskah esai diterima mulai 10 Juni 2016, dan paling akhir pada 17 September 2016 pukul 00.00 WIB;
8. Lomba ini GRATIS;
9. Penganugerahan juara akan diselenggarakan pada tanggal 17 SEPTEMBER 2016 sekaligus launching, dan bedah buku.
Dari lomba ini akan dipilih 27 nominator dan 3 pemenang, yang kemudian akan diterbitkan menjadi sebuah antologi esai oleh Penerbit OBSESI Press. Para pemenang akan mendapatkan penghargaan :
1. Juara ke-1 mendapatkan tropi dan sertifikat pemenang, uang tunai Rp 2.500.000, dan 2 eksemplar buku antologi esai hasil lomba;
2. Juara ke-2 mendapatkan tropi dan sertifikat pemenang, uang tunai Rp 1.500.000, dan 2 eksemplar buku esai hasil lomba;
3. Juara ke-3 mendapatkan tropi dan sertifikat pemenang, uang tunai Rp 1.000.000, dan 2 eksemplar buku esai hasil lomba;
4. 27 nominator mendapatkan sertifikat dan 2 eksemplar buku esai hasil lomba.
Contact Person :
Farih MH : 085747392064
Aep Purnama : 085726006809

Sejarah Berdirinya Lembaga Pers Mahasiswa OBSESI

Oleh Paiman Sahlan (Pimpinan Umum LPM Obsesi Tahun 1993-1994)
Paiman Sahlan saat menyampaikan materi dalam Dikjur 2016


Berdirinya Lembaga Pers Obsesi dilatarbelakangi oleh mulai maraknya aktivitas mahasiswa pada saat itu, yang ditandai dengan munculnya berbagai kelompok studi pada era tahun 1993-1994. Pada tahun tersebut, bisa dikatakan sebagai tahun kebangkitan mahasiswa di Purwokerto seperti UNSOED, UMP, STAIN, dan UNWIKU. Pada kurun waktu sebelumnya mahasiswa Purwokerto menjadi mahasiswa “banci”, sampai pernah aktivis mahasiswa UNSOED dikirimi BH oleh para aktivis mahsiswa “kota”. Hal tersebut bisa dipahami pada era orde baru. Saat itu penguasa sangat represif terhadap gerakan mahasiswa.
Pada tahun 1994, gerakan mahasiswa Purwokerto untuk pertama kalinya turun ke jalan. Tidak tanggung-tanggung, ada sekitar tiga ribu mahasiswa turun ke jalan untuk menuntut dibubarkannya SDSB. Sebenarnya SDSB sudah dimulai sejak tahun 1990-an. Kalau kita ingat kembali, ada aktivis yang terkenal saat itu dari jaringan Pro Demokrasi, yaitu  Nuku Sulaiman (almarhum). Pada tahun 1993, dalam demonstrasi di gedung DPR/MPR, Nuku membagikan stiker bertuliskan SDSB: “Soeharto Dalang Semua Bencana”. Aslinya, SDSB adalah akronim dari Sumbangan Dana Sosial Berhadiah yang dikelola oleh Departemen Sosial, yang dikecam masyarakat luas karena dianggap sebagai biang perjudian. Pada tahun 1993 itu pula banyak terjadi bencana, baik bencana alam maupun bencana akibat kecelakaan. Buntut dari demonstrasi itu, pada tanggal 25 November 1993, Nuku ditangkap dan divonis penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta pada 24 Februari 1994. Nuku kemudian dibebaskan oleh Presiden BJ. Habibie pada bulan Mei 1998.
Demonstrasi SDSB di Purwokerto menjadi awal lahirnya kesadaran bagi para tokoh pergerakan mahasiswa di Purwokerto. Pers mahasiswa lahir dimana-mana; termasuk Obsesi dalam rupa tabloid dan majalah. Pers kampus yang pada saat itu memang sudah terbit menjadi semakin kritis dan menjadi alternatif bacaan mahasiswa.

Pentingnya Pers Mahasiswa
Dalam peradaban manusia, pers sangat dikenal mempunyai fungsi yang esensial. Mulai dari fungsi pendidikan (education function), sumber informasi (information), hiburan (entertainment), dan kontrol sosial (social control). Wajar kalau kita melihat pers menjadi suatu kebutuhan dan menyebabkan “momok” bagi negara yang merupakan sistem otoritarian. Pers menjadi kekuatan maha dahsyat yang dapat menggerakkan siapa saja untuk berbuat seperti yang kita kehendaki, atau sekedar mempengaruhi/menciptakan public opinion (komunikasi massa). Dan, pers sendiri terlanjur menjadi bagian dari kehidupan berbangsa dan bernegara.
Apalagi, di negara under developed atau new born countres seperti layaknya Indonesia, negara yang nota bene masih muda, yang memerlukan banyak perbaikan sistem di semua lini dalam kehidupan berbangsa dan bernegara menuju suatu kesempurnaan tatanan hidup. Pers sangat dibutuhkan sekali peranannya dalam mengisi nuansa-nuansa yang tidak terjamah oleh “institusi” lainnya, baik yang bersifat informasi tempat sharing penemuan ide-ide cemerlang tentang sebuah kemapanan dari sebuah anti negara, atau beroposisi sebagai kontrol sosial terhadap segala kebijakan yang diambil dan diterapkan oleh pemerintah.
Obsesi merupakan entitas penerbitan mahasiswa yang beroperasi di IAIN Sunan Kalijaga Purwokerto dan dikelola oleh mahasiswa Fakultas Tarbiyah pada saat itu. Obsesi dianggap sebagai organisasi yang ideal karena tidak berorientasi pada kepentingan ekonomi, melainkan pada idealisme mahasiswa. Ada beberapa terminologi terkait pers mahsiswa pada saat itu. Pers kampus, penerbitan pers mahasiswa, dan pers mahasiswa. Namun, terminologi yang dipakai oleh Obsesi adalah Lembaga Pers Mahasiswa (LPM Obsesi). Lembaga ini menerbitkan dalam bentuk tabloid, yang benar-benar dikelola oleh mahasiswa. Seluruh proses mulai dari mencari berita (informasi), penulisan, tata letak, pracetak dan distribusi dilakukan oleh kru Obsesi.

LPM Obsesi Berdiri
Tanggal berdiri LPM Obsesi sampai sekarang tidak ada yang tahu. Tetapi seingat saya, Obsesi terbit dan dibagikan pada tanggal 04 Januari 1994 pada saat pembayaran SPP semester genap. Tema yang diangkat pada saat itu tentang Sumber Daya Manusia. Kegiatan penulisan sudah dimulai sejak bulan Oktober 1993 dengan melakukan reportase ke berbagai daerah dan narasumber dari UI, namun baru bisa terbit di bulan Januari 1994. Adapun Kepengurusan LPM Obsesi pada saat itu, Paiman Sahlan sebagai Pimpinan Umum, Pimpinan Redaksi Agus Maryono (sekarang di The Jakarta Post), Dewan Redaksi Ecep Suwardaniyasa (sekarang di TVOne), Siti Maesaroh, Ahmad Hakim (redaktur), bendahara Laela Wahyuni, Layouter Toin As’ad dan Arbani. Sedangkan ide pendiriannya lahir dari Pengurus Senat Imam Thobroni yang saat itu menjadi ketua, dan Lembaga UKPIP (Unit Kegiatan Peningkatan Intelektual dan Penalaran) unit di Senat Mahasiswa dimana saya sebagai koordinatornya serta Agus Maryono dan Ecep Suwardaniyasa yang intens dengan ide-ide pendiriannya.
Bukan tanpa perjuangan, eksisnya LPM Obsesi sebagai “Koran Kampus” mahasiswa IAIN Sunan Kalijaga Purwokerto pada waktu itu didirikan dengan jerih payah. Betapa tidak, untuk menerbitkan tabloid pada saat itu, kemampuan manulis, teknik wawancara, layout dan lainnya masih sangat terbatas. Orang yang mau menulis seperti mahasiswa “aneh”—saking langkanya. Bahkan saat mencetak tabloid pertama sama sekai tidak mempunyai pengetahuan tentang cetak-mencetak. Pada saat itu dikerjakan di percetakan Persatuan Yogyakarta, yang sama sekali tidak dibimbing oleh pihak percetakan. Mereka menganggap LPM Obsesi telah mempunyai kemampuan layout. Namun karena tertantang untuk membuat yang terbaik, maka kami bertiga melakukannya dengan semangat walaupun sebenarnya cemas, dan akhirnya Obsesi lahir.
Pada perkembangan berikutnya, Obsesi sebagai pers mahasiswa juga sudah menunjukkan ciri khas yang berbeda dari gerakan mahasiswa pada umumnya yaitu konsisten pada sikap kritis. Obsesi terus menerus mengkritisi berbagai persoalan yang terjadi di kampus dan di luar kampus. Apalagi setelah negara sudah menjamin kebebasan pers, walaupun pada saat itu acap kali terjadi pembredelan pers kampus.
(Esai ini disampaikan pada Diklat Jurnalistik LPM Obsesi Tahun 2015/2016.)